I. PENDAHULUAN
Dalam kenyataan yang ada di dalam masyarakat
perbedaan-perbedaan yang terjadi memang secara kodrati telah ada. Perbedaan
tersebut yang membuat keseimbangan dan kedinamisan dalam hidup bermasyarakat.
Dengan perbedaan-perbedaan yang ada tersebut akan menyebabkan pembagian tugas
di dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perbedaan-perbedaan dalam
masyarakat tersebut ada yang bersifat vertical maupun horizontal. Pada
kesempatan ini kami akan membahas dan memaparkan perbedaan-perbedaan yang
terjadi dalam masyarakat yang bersifat horizontal daln biasa disebut
diferensiasi sosial.
Dalam
diferensiasi sosial perbedaan-perbedaan tersebut mempunyai derajat yang sama
dan seyogyanya saling menghormati dalam perbedaan-perbedaan tersebut. Namun
pada kenyataannya perbedaan yang terjadi pada masyarakat tersebut sering
menyebabkan terjadinya konflik.
Konflik-konflik
tersebut dapat terjadi karena adanya diferensiasi sosial dalam hal agama,
etnik, ras, jenis kelamin, dan lain sebagainya. Sehingga pada kesempatan kali ini
kami ingin mengkaji dan menganalisis permasalahan-permasalahan yang terkait
dengan diferensiasi sosial pada masyarakat dengan harapan menemukan perpecahan
masalah yang dapat diterapkan dan berguna dengan baik. Oleh karena itu pada
makalah ini kami mencoba mengulas sedikit mengenai Differensiasi Sosial yang
ada di lingkungan sekitar.
Apakah
dilingkungan sekitarmu masih terdapat orang yang memiliki ciri khas dari
masing-masing daerah yang berbeda? Jawabannya pasti ada. Setiap daerah pasti
memiliki ragam kebudayaan yang berbeda dan memiliki ciri khas dari
masing-masing daerah tersebut. Apalagi sekarang merupakan zaman globalisasi dan
memungkinkan setiap orang dapat berpindah tempat, selain itu juga dapat
memungkinkan terjadinya DIFERENSIASI SOSIAL diantara masyarakat.
Kalau tidak
percaya, sekarang coba perhatikan lingkungan sekitarmu! Apakah kamu tahu
berasal dari mana mereka? Apa mata pencaharian mereka? Mungkin kita hanya
memgetahui sedikit tentang mereka. Nah disini kita akan membahas hal-hal yang
berkaitan dengan DEFERENSIASI SOSIAL dalam masyarakat (Sutomo dkk. 2009).
II. PEMBAHASAN
Coba
perhatikan disekitar tempat tinggal anda ! Tentu sangan beragam, bukan ? ada
pria dan wanita. Ada yang berkulit putih, ada yang berkulit sawo matang, dan
ada yang berkulit hitam. Ada yang beragama Islam, Katolik, Protestan, Hindu
atau Budha. Ada pula yang berprofesi sebagai doketer, Guru, Dosen, Editor,
Buruh Bangunan, Pegawai Pemerintah, Petani, Pedagang, Karyawan Pabrik, atau
Karyawan Bank. Ada pula yang mungkin berasal dari suku Batak, Jawa, Flores,
Minangkabau, Toraja, Bugis, Ambon, Dayak, atau Papua.
Dapatkah
anda menilai dari perbedaan-perbedaan jenis kelamin, agama, pekerjaan, ras, dan
etnis diatas berdasarkan tingkatan unggul tidaknya atau tinggi rendahnya
perbedaan tersebut ? tentu sangatlah sulit. Tidak ada satu pun bukti yang menunjukkan
bahwa pria lebih unggul dari wanita atau orang yang berwarna kulit putih lebih
unggul daripada orang berkulit hitam. Demikian pula tidak ada bukti yang bisa
menunjukkan bahwa satu agama lebih tinggi dari pada agama lainnya.
Oleh
karena itu, dalam sosiologi, pengelompokan atau klasifikasi perbedaan
masyarakat seperti ini tidak bisa dilakukan secara vertikal (tinggi rendah),
tetapi dibuat secara horizontal. Klasifikasi masyarakat secara horizontal
inilah yang disebut sebagai diferensiasi
sosial.
Menurut
kamus sosiologi, diferensiasi adalah
klasifikasi atau penggolongan terhadap perbedaan-perbedaan tertentu yang
biasanya sama atau sejenis. Pengertian sama disini menunjuk pada klasifikasi
masyarakat seccara horizontal, mendatar, atau sejajar. Asumsinya adalah tidak
ada golongan dari pembagian tersebut yang lebih tinggi dari pada golongan
lainnya, walaupan dalam kenyataanya terhadap kelompok masyarakat tertenti yang
menganggap golongannya lebih tinggi dari pada yang lain.
Contohnya,
kaum rasis di Afrika Selatan menganggap golongan warga masyarakat kulit hitm
dan berwarna berada dibawah lapisan golongan masyarakat kulit putih. Paham
seperti ini disebut Realisme. Dengan paham ini, orang menganggap golongan atau
budaya sendiri lebih tinggi dibandingkan budaya lain (Saptono, Bambang, 2006).
Dalam
masyarakat beragam (Plural society), pengelompokkan horizontal yang didasarkan
pada perbedaan ras, etnis, (suku bangsa), klan, dan agama disebut dengan
istilah kemajemukan sosial.
Kemajemukan
sosial ditandai dengan adanya perbedaan berdasarkan hal-hal berikut.
1.
Berdasarkan
ciri fisik
Diferensiasi
ini timbul karena perbedaan ciri-ciri fisik tertentu. Misalnya, warna kulit,
bentuk rambut, bentuk mata, bentuk hidung, dan bentuk rahang. Ciri-ciri fisik
seperti itu disebut ciri-ciri fenotip kuantitatif.
2.
Berdasarkan
ciri sosial
Diferensiasi
ini timbul karena adanya perbedaan pekerjaan yang menimbulkan perbadaan cara
pandang dan pola perilaku dalam masyarakat. Termasuk didalam kategori ini
adalah perbedaan peranan, pretise, dan kekuasaan. Contohny, pola perilaku
seorang tentara akan berbeda dengan seorang guru (Saptono, Bambang, 2006).
3.
Berdasarkan
ciri budaya
Diferensiasi budaya berhubungan erat dengan pandangan
hidup suatu masyarakat menyangkut nilai-nilai yang dianutnya, seperti religi,
sistem kekeluargaan, keuletan, dan ketangguhan. Hasil dari nilai-nilai yang
dianut suatu masyarakat dapat kita lihat dari pakaian adat, bahasa, kesenian,
arsitektur, dan agama.
Bentuk-Bentuk Diferensiasi Sosial
Kita dapat membagi masyarakat kedalam
enam kriteria, yakni ras, suku bangsa, klan, agama, profesi, dan jenis kelamin.
A. Difensiasi
ras
Ras adalah suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri
fisik bawaan yang sama. Apabila kita menyebut satu kelompok ras tertentu, maka
ciri yang kita kemukakan adalah ciri fisiknya, bukan ciri budayanya. Secara
garis besar, manusia dibagi kedalam tiga kelompok ras utama berikut.
1.
Ras
Mongoloid (berkulit kuning dan cokelat)
2.
Ras
Negroid ( berkulit hitam)
3.
Ras
Kaukasoid) (berkulit putih)
Menurut Ralph Linton, manusia didunia dibagi menjadi tiga
kelompok ras besar, yakni ras Mongoloid, Kaukasoid, dan Negroid. Diluar ras
pokok ini, terdapat ras khusus, seperti Austroloid, veddoid, Polynesia, dan
Ainu.
1. Ras
Mongoloid
Memiliki ciri-ciri kulit warna kuning sampai sawo matang,
ramput lurus, bulu badan sedikit, dan mata sipit (terutama Asia Mongoloid). Ras
Mongoloiddibagi menjadi dua :
a.
Mongoloid
Asia
Mongoloid Asia terdiri dari subras Tionghoa (terdiri dari
Jepang, Taiwan dan Vietnam) dan subras Melayu.
b.
Mongoloid
India
Terdiri
dari orang-orang Indian di Amerika
2. Ras
Kaukasoid
Memiliki ciri fisik hidung mancung, kulit putih, rambut
pirang sampai cokelat kehitam-hitaman, dan kelopak mata lurus. Ras ini terdiri
dari lima subras, yaitu Nordic, Alpin, Mediteran, Armenoid, dan India (Subakti,
A. Ramlan dkk, 2011).
3.
Ras Negroid
Memiliki ciri fisik rambut keriting, kulit hitam, bibir
tebal, dan kelipak mata lurus. Ras ini dibagi menjadi lima subras yaitu,
a.
Negrito
b.
Nilitz
c.
Negro
Rimba
d.
Negro
Oseanis
e.
Hotento-Boysesman
A.L Kroeber
membuat klasifikasi manusia berdasarkan ras sebagai berikut.
1. Ras
Austroloid
Mencakup penduduk asli Australia (Aborigin)
2. Ras
Mongoloid mencakup :
a.
Asiatic
Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur)
b.
Malayan
Mongoloid (Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk Asli
Taiwan)
c.
American
Mongoloid (penduduk asli Amerika)
3. Ras
kaukasoid mencakup :
a.
Nordic
(Eropa Utara, sekitar laut Baltik)
b.
Alpine
(Eropa Tengah dan Eropa Timur)
c.
Mediteranian
(sekitar laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, dan Iran)
d.
Indic
(Pakistan, India, Bangladesh, dan sri Langka)
4. Ras
Negroid mencakup,
a.
African
Negroid (Benua Afrika)
b.
Negrito
(Afrika Tengah, Semenanjung malaya, yang dikenal dengan orang Semang, Filipina)
c.
Melenesian
(Irian, melenesia)
5. Ras-ras
khusus (tidak dapat diklasifikasikan dalam keempat ras pokok), yaitu :
a.
Bushman
(gurun Kalahari-afrika Selatan)
b.
Veddoid
(Pedalaman Sri Langka, dan Sulawesi Selatan)
c.
Polynesian
(Kepulauan Micronesiadan Polynesia)
d.
Ainu
(dipulau Karafuto dan Hokaido, jepang)
Setiap ras memiliki karakteristik berbeda. Namun
demikian, perbedaan fisik manusia sangatlah sedikit (dibandingkan dengan
makhluk lain seperti hewan). Kebanyakan ilmuwandewasa ini berpendapat bahwa
semua ras termasuk dalam satu rumpun yang merupakan hasil dari proses evolusi.
Misalnya, perkembangan manusia purba, seperti Pithecanthropus Erectus yang memiliki ciri fisik yang berbeda dari
manusia sekarang.
1. Kondisi
geografis dan iklim
Orang yang hidup di daerah dingin akan memiliki hidung
yang bentuknya panjang dan menonjol. Bentuk seperti ini akan sangat membantu
mereka untuk memanaskan dan melembabkan udara sebelum masuk ke paru-paru.
Sedangkan, orang yang hidup di daerah tropis cenderung memiliki hidung yang
lebih lebar.
2. Faktor
Makanan
Perbedaan jenis makanan akan menimbulkan variasi-variasi
sosok tubuh. Orang yang sosok tubuh besar cenderung dapat dijumpaipada daerah
yang berhawa dingin, seperti pada daerah bumi berlahan utara. Sebaliknya,
orang-orang daerah tropis cenderung bertubuh kecil dan pendek.
3. Faktor
Perkawinan
Pada saat ini sangatlah tidak mudah utuk menentukan bahwa
ras yang sama memiliki ciri fisik yang sama. Hal ini disebabkan mobilitas
masyarakat yang demikian besar. Hal tersebut memungkinkan terjadinya pembauran
atau perkawinan campur (amalgamasi). Misalnya, ras Kaukasosid yang kawin dengan
ras Negroid cenderung memiliki anak dengan warna kulit putih atau gelap.
Dalam
masyarakat kita, hasil algamasi sering juga disebut dengan istilah Indo. Di
Amerika Selatan dan Tengah hasil amalgasi antara ras Kaukasoid dan suku
American Mongoloid dikenal dengan sebutan mestizo. Misalnya, orang India-Asia
memiliki tipologi fisik ras Mongoloid, namun bentuk wajahnya ras Kaukosoid.
Demikian juga orang Ainu yang mendiami Jepang bagian Utara. Bentuk wajahnya
Mongoloid namun kulit dan rambutnya khas ras Kaukasoid.
Pada
saat ini amalgamasi banyak terjadi dimasyarakat sehingga sulit untuk menemukan
adanya suatu kelompok yang memiliki ras yang “asli”. Contohnya, penduduk Hawaii
selain dihuni oleh penduduk asli, juga banyak dihuni oleh pendatang, baik orang
Kaukasoid (kulit Putih), orang Amerika, maupun orang Asia. Tidak jarang ras-ras
ini saling berbaur (kawin) sehingga terjadi begitu banyak variasi ras (Subakti,
A. Ramlan dkk, 2011).
B. Diferensiasi
Suku Bangsa (Etnis)
Suku
bangsa merupakan hasil proses dari sistem kekerabatan yang lebih luas.
Masyarakat dalam sistem kekerabatan ini tetap percaya bahwa mereka memiliki
ikatan darah dan berasal dari nenek moyang yang sama.
Jumlah
suku di Indonesia saat ini sulit diperkirakan. Tiap peneliti memiliki perbedaan
pandangan dan jumlah data tentang jumlah suku bangsa Indonesia. Menurut C. Van
Vollen Houven, jumlah suku bangsa di Indonesia adalah 316 buah, sedangkan
menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat sekitar 119 buah.
Suku
bangsa di Indonesia, secara garis besar adalah sebagai berikut.
1.
Di
Pulau Sumatera ada suku bangsa Aceh, gayo, Btak, Mandailing, Medan, Padang,
Minangkabau, Bengkulu, Jambi, Palembang, Melayu, Enggano, Mentawai, dan Nias.
2.
Di
Pulau Jawa ada suku bangsa Sunda, Jawa, Tengger, Madura, Bawean, Tambur,
Banten, dan Betawi.
3.
Di
Pulau Kalimantan ada suku bangsa Dayak, Bulungin, dan Banjar.
4.
Di
Pulau Sulawesi ada suku bangsa Bugis, Makassar, Luwu, Mandar, To Seko, Banjau,
Sangir, Toraja, Toli-toli, Minahasa, Bolaang Mongondow, dan Gorontalo.
5.
Do
Kepulaun Nusa Tenggara ada suku Nadsa Bali, Bima, Sasak, Lombok, manggarai,
Ngada, Ende Lio, Dompu, Timor, dan Rote.
6.
Di
Kepulauan Maluku dan Pulau Papua ada suku bangsa Ternate, Tidore, Dani, Waigeo,
Biak, Yapen, dan Asmat.
Keanekaragaman
suku bangsa di Indonesia juga menyangkut keanekaragaman budayanya. Hal ini
meliputi perbedaan adat istiadat, religi, bahasa, dan keseniannya. Namun, tidak
ada perbedaan fisik yang begitu besar antara suku-suku bangsa di Indonesia. Hal
ini dapat disebabkan oleh kesamaan ras, akibat proses amalgamasi (kawin
campur), dan migrasi penduduk ((Subakti, A. Ramlan dkk, 2011).
Meskipun
suku-suku bangsa ini tinggal di tempat yang berjauhan dan memiliki banyak
perbedaan, mereka memiliki dasar-dasar persamaan berikut.
1.
Dasar
kehidupan sosial yang sama berdasarkan asas kekerabatan (kekeluargaan)
2.
Asas-asas
yang sama dalam hak atas tanah (hak kepemilikan tanah)
3.
Asas-asas
persamaan dalam hukum adat
4.
Sama-sama
memiliki suatu perserikatan dan bentuk hubungan yang tidak dibuat tetapi
terjadi, yaitu lembaga adat istiadat penduduk asli.
C. Diferensiasi
Klan
Klan
sering juga disebut kerabat, keluarga besar, atau keluarga luas. Klan merupakan
kesatuan genealogis (kesatuan keturunan), religio magis (kesatuan kepercayaan),
dan tradisi (kesatuan adat).
Klan
bersifat religio magis. Sifat religio magis pada klan tercermin dalam pandangan
mereka terhadap kesakralan hubungan kekeluargaan klan. Hubungan sakral tersebut
ditandai dengan loyalitas mereka terhadap tradisi leluhur. Misalnya, pada
masyarkat batak, apabila ada peristiwa kelahiran, perkawinan, atau kematian,
semua anggota semarga (Batak) mempunyai tanggung jawab dalan melaksanakan
upacara adatnya. Untuk itu, biasanya diadakan pertemuan anggota klan.
Keputusan-keputusan diambil berdasarkan pada persetujuan anggota klan. Hal ini
menunjukkan keeratan hubungan antaranggota klan.
Klan
juga merupakan kesatuan genealogis. Kesatuan genealogisadalah kesatuan ikatan
darah atau keturunan yang sama, yakni dari garis keturunan ayah (Patrilineal)
atau garis keturunan ibu ( matrilineal). Pada masyarakat Batak, misalnya klan
didasarkan pada garis keturunan ayah yang disebut marga. Pada masyarakat Minangkabau, klan didasarkan garis keturunan
ibu yang disebut paruik (Subakti, A.
Ramlan dkk, 2011).
Dalam
masyarakat Indonesia terdapat dua bentuk klan utama, yakni klan atas dasar
garis keturunan ibu dan klan atas dasar garis keturunan ayah.
1.
Klan
atas dasar garis keturunan ibu ( matrilineal, terdapat antara lain pada
masyarakat Minangkabau. Klannya disebut suku
yang merupakan gabungan dari kampuang-kampuang. Nama –nama klan di Minangkabau,
misalnya, Chaniago, Piliang, Koto, Sikumbang, Dalimo, Kampai, dan Solo.
Masyarakat
ngada di Flores juga menganut sistem seperti ini.
2.
Klan
atas dasar garis keturunan ayah ( patrilineal) antara lain terdapat pada
masyarakat batak dengan sebutan marga.
Marga Batak Karo antara lain adalah Ginting, Sembiring, Tarigan,
Parangin-angin, Singarimbu, Barus, dan Tambun. Batak Toba antara lain adalah
Siregar, Simatupang, dan Nababan. Batak Mandailing antara lain adalah Nasution,
Batubara, Harahap, Rangkuti, dan Daulay.
Pada
masyarakat Minahasa klan disebut Fam,
seperti Mandagi Lasut, Tombokan, Paat, Pangkerego, dan Supit. Pada masyarakat
Ambon, klan juga disebut Fam seperti
pattinasaran, Latuconsina, Latul, dan manuhut. Pada masyarakat flores, klan
juga disebut Fam, seperti Fernandes,
Wangge, Pereira, Leimena, De Rosari, Da Costa, dan Kleden.
D. Diferensiasi
Agama
Manusia
pada prinsipnya adalah makhluk yang memiliki rasa kagum terhadap sesuatu yang
dianggap lebih hebat dari dirinya. Adanya petir yang dahsyat, banjir, dan
gunung meletus yang menakutkan membuat manusia percaya tentang adanya kekuatan
luar dirinya (supranatural) yang bersifat gaib. Berdasarkan pengalaman dan
pengetahuannya itu, manusia kemudian memiliki kepercayaan atau agama yang
berbeda-beda. Keyakinan ini berkaitan dengan pengalaman hidupnya. Atas dasar
itu, kita sangat sulit menyatakan bahwa kepercayaan atau agama lebih baik dari
kepercayaan atau agama lain.
Di
Indonesia, kita mengenal agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan,
Hindu, dan Budha. Disamping itu, berkembang pula agama atau kepercayaan lain,
seperti Kong Hu Chu, dan aliran kepercayaan kaharingan.
Dalam
perkembangannya, agama mempengaruhi masyarakat. Sebaliknya masyarakat juga
mempengaruhi agama sehingga terjadi sebuah interaksi yang dinamis.
E. Diferensiasi
Jenis Kelamin
Walaupun
tidak tepat diklasifikasikan atas dasar tingkatan (laki-laki berada pada
lapisan atas dan perempuan pada lapisan bawah), pada masyarakat tertentu,
perbedaan jenis kelamin juga menentukan tingkatannya. Misalnya pada masyarakat
patrilineal, laki-laki umumnya menduduki posisi lebih tinggi dari pada
perempuan.
Hal
ini biasanya berkaitan dengan hak dan kekuasaan. Pada masyarakat Manggarai
(Flores), misalnya, pembagian tanah warisan hanya diperuntungkan bagi anak
laki-laki. Karena itu, anak laki-laki sering disebut sebagai ata one (orang dalam). Sementara, anak
perempuan dianggap sebagai ata peang
(orang luar) yang harus mengikuti suaminya. Demikian halnya dalam aspek
kekuasaan. Pada masyarakat Manggarai, jabatan kepala adat atau tuo golo hanya bisa ditempati oleh kaum
laki-laki (Subakti, A. Ramlan dkk, 2011).
F. Diferensiasi
Profesi
Diferensiasi
profesi merupakan pengelompokkan masyarakat yang didasarkan pada jenis
pekerjaan atau profesinya. Profesi dalam kehidupan sehari-hari sering disebut
dengan pekerjaan. Profesi biasanya berkaitan dengan suatu keterampilan khusus,
seperti membajak dan memilih bibit yang unggul.
Berdasarkan
perbedaan profesi kita mengenal kelompok masyarakat berprofesi sebagai guru,
dokter, pedagang, tentara, pegawai negeri, buruh, dan sebagainya. Jenis profesi
pada masyarakat pedesaan tentu tidak sekompleks atau sebanyak jenis pekerjaan
pada masyarakat perkotaan.
Hal
ini tentu berkaitan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Contohnya, pada masyarakat perkotaan dikenal adanya profesi pramusiwi (baby
sister) sebagai konsekuensi seorang istri yang bekerja. Perbedaan profesi
biasanya juga akan berpengaruh pada perilaku sosialnya. Contohnya, perilaku
seorang tentara akan berbeda dengan seorang guru ketika keduanya melaksanakan
pekerjaannya (Sutomo dkk, 2009).
KESIMPULAN
Diferensiasi sosial adalah
pengelompokan masyarakat secara horisontal berdasarkan ciri-ciri tertentu.
Sehingga diantara perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam diferensiasi soaial
ini mempunyai tingkat derajad yang sama diantara perbedaan-pebedaan tersebut.
Contoh diferensiasi sosial yaitu Agama, Jenis Kelamin, Profesi, Ras, Etnik, dan
lain sebagainya. Dalam diferensiasi sosial tidak jarang menimbulkan motivasi
terjadinya konflik sehingga untuk menekan konflik tersebut perlu adanya sikap
toleransi yang tingi dalam masyarakat.
Dalam
masyarakat beragam (Plural society), pengelompokkan horizontal yang didasarkan
pada perbedaan ras, etnis, (suku bangsa), klan, dan agama disebut dengan
istilah kemajemukan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Subakti, A. Ramlan dkk. 2011. Sosiologin Teks
Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Saptono,
Bambang. 2006. Sosiologi. Jakarta: Phibeta
Sutomo dkk.
2009. Sosiologi. Malang: Graha Indotama